Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditegaskan
bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Istilah narkotika yang dipergunakan disini bukanlah
narcotics. Pada
farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan
drug, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu:
- mempengaruhi kesadaran
- memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia
- pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:
- penenang
- perangsang (bukan rangsangan seks)
- menimbulkan halusinasi (pemakai tidak mampu membedakan antara
khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat)
Pada dasarnya, narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan
dalam bidang ilmu kedokteran, kesehatan dan pengobatan, serta berguna
bagi penelitian dan pengembangan ilmu farmasi atau farmakologi. Akan
tetapi karena penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata
lain disalah gunakan, maka narkotika telah menjadi suatu bahaya
internasional yang mengancam terutama generasi muda yang akan menjadi
tulang punggung pembangunan bangsa.
Sehubungan dengan pengertian narkotika menurut Sudarto (1992:40) bahwa “perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani
narko yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.
Defenisi lain yang dikutip Djoko Prakoso, Bambang Riyadi dan Mukhsin
(1999:34) mengemukakan “bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah
candu, ganja, kokain, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari
benda-benda tersebut yakni
morphine, heroin, codein, hesisch, cocain. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang tergolong dalam
Hallucinogen dan Stimulant.”
Pada beberapa dekade yang lalu, penggunaan narkotika di kalangan
bangsa-bangsa tertentu merupakan suatu kebudayaan, namun akhirnya
narkotika menjadi suatu komoditas bisnis yang mendatangkan keuntungan
yang besar, sehingga perdagangan gelap narkotika mulai marak. Bahkan
perdagangan narkoba itu telah di organisasikan dalam suatu
sindikat-sindikat yang merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara seperti politik dan ekonomi.
Penyalahgunaan narkoba sekarang telah menjadi suatu persoalan, bukan
hanya dihadapi oleh satu bangsa saja, tetapi telah menjadi persoalan
internasional karena tidak adanya keseragaman di dalam pengertian
narkotika. Hal ini terungkap berdasarkan pernyataan Moh. Taufik Makarao
(2003:12)
“Dalam masalah penyalahgunaan narkotika, ketentuan hukum belum
menjangkau sebab ketentuan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara
lain adalah:
- Tidak adanya keseragaman di dalam pengertian narkotika
- Sanksi terlalu ringan dibanding dengan akibat penyalahgunaan narkotika
- Ketidaktegasan pembatasan pertanggungjawaban terhadap pemilik, penjual, pemakai dan pengedar.
- Ketidakserasian antara ketentuan hukum pidana mengenai narkotika”.
Jenis-jenis narkotika di dalam Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009
pada BAB III Ruang Lingkup pada Pasal 6 ayat 1 menegaskan bahwa
narkotika di golongkan menjadi:
a) Narkotika golongan I;
b) Narkotika golongan II; dan
c) Narkotika golongan III.
Penyebab
Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan
narkotika, psykotropika dan minuman keras pada umumnya disebabkan karena
zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan rasa kenikmatan,
kenyamanan, kesenangan dan ketenangan, walaupun hal itu sebenarnya hanya
dirasakan secara semu.
Penyalahgunaan
zat-zat ini disebabkan beberapa faktor, antara lain :
1).
Lingkungan sosial
Motif
ingin tahu
Di
masa remaja, seseorang lazim mempunyai sifat selalu ingin tahu segala sesuatu
dan ingin mencoba sesuatu yang belum atau kurang diketahui dampak negatifnya.
Bentuk rasa ingin tahu dan ingin mencoba itu misalnya dengan mengenal
narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan berbahaya lainnya
Kesempatan
Kesibukan
kedua orang tua maupun keluarga dengan kegiatannya masing-masing, atau dampak
perpecahan rumahtangga akibat broken home, serta kurangnya kasih sayang
merupakan celah kesempatan para remaja mencari pelarian dengan cara
menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan/obat
berbahaya.
Sarana
dan prasana
Ungkapan
rasa kasih sayang orangtua terhadap putra-putrinya seperti memberikan fasilitas
dan uang yang berlebihan, bisa jadi pemicu penyalah-gunakan uang saku untuk
membeli Narkotika untuk memuaskan segala keingintahuan dirinya . Biasanya, para
remaja mengawalinya dengan merasakan minuman keras, Baru kemudian mencoba-coba
narkotika dan obat terlarang psykotrropika.
2).Kepribadian
Rendah
diri
Perasaan
rendah diri di dalam pergaulan bermasyarakat, seperti di lingkungan sekolah,
tempat kerja, dan sebagainya sehingga tdk dapat mengatasi perasaan itu, remaja
berusaha untuk menutupi kekurangannya agar dapat menunjukan eksistensi dirinya,
melakukannya dengan cara menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman
keras sehingga dapat merasakan memperoleh apa-apa yang diangan-angankan antara
lain lebih aktif, lebih berani dsb.
Emosioanal
Kelabilan
emosi remaja pada masa pubertas dapat mendorong remaja melakukan kesalhan
fatal. Pada masa -masa ini biasanya mereka ingin lepas dari ikatan
aturan-aturan yang di berlakukan oleh orang tuanya. Padahal disisi lain masih
ada ketergantungan sehingga hal itu berakibat timbulnya konflik pribadi.
Dalam
upaya terlepas dari konfllik-pribadi itu, mereka mencari pelarian dengan
menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau obat
berbahaya dengan tujuan berusaha untuk mengurangi keterangan atau agar lebih
berani menentang kehendak dan aturan yang diberikan oleh orang tuanya.
Mental
Lemahnya
mental seorang akan mudah untuk dipengaruhi perbuatan dan tindakan atau hal-hal
yang negatif oleh lingkungan sekitarnya. Sehingga kesemua pengaruh negatif ini
pada gilirannya menjurus kepada aktifitas penyalahgunaan narkotika,
psykotropika maupun minuman keras atau obat berbahaya tidak dapat mengimbangi
perilaku dalam lingkunganya dan dirinya merasa diasingkan .
Dampak /Akibat Penyalahgunaan Narkoba
Dampak
Penyalahgunaan Narkoba-Sebagaian besar remaja berisiko tinggi kecanduan narkoba
adalah mereka yang longgar dari pengawasan orang tua.Tidak dapat komunikasi
dengan orang tua (introvert/tertutup),pengendalian diri yang rendah ( dasar
agama yang kurang ),tidak suka diatur,senang mencari sensasi,bergaul dengan
pecandu,sulit beradaptasi,merasa dikucilkan dan memiliki anggota keluarga yang
pecandu.
Para
pecandu akan merasa senang, nyaman, damai,dan kuat pada awal penggunaan., namun
pada dasarnya membahayakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain (keluarga
atau kehidupan sosial).
Adapun
bahaya tersebut Adalah:
Bahaya
bagi diri sendiri, antara lain: rusaknya sel saraf, efek ediksi (ketagihan)
yang beujung pada perbuatan kriminal,karena apapun ditempuh untuk
mendapatkannya,gejala putus obat yang berakibat penderitaan badan yang sangat
hebat,dapat menyebabkan penyakit jantung, ginjal, liver, merusak pankreas,
resiko cacat pada janin, kelainan sex, gangguan metabolisme resiko kanker, dan
kematian.
Bahaya
bagi keluarga: kerusakan pada individu berdampak langsung pada keluarga
sehingga terjadi broken home atau disharmonis.
Bahaya
bagi sosial: pencurian dan perampokan, mengganggu keamanan dengan ngebut atau
perkelahian, dan pemerkosaan atau perbuatan mesum.
Akibat
yang berbahaya adalah tertularnya virus HIV penyebab penyakit AIDS yang sampai
saat ini belum ada obatnya.Tertularnya virus HIV ini disebabkan penggunaan
jarum suntik secara bersam-sama.
· Perubahan fisik dan psikis remaja
pelajar pemakai narkoba.
· Kehilangan nafsu makan atau
sebaliknya secara drastis.Ada perubahan kebiasaan makan, misalnya jam makan.
Ada penuruna berat badan dengan sebab tidak jelas.
· Jalannya lebih
lambat,terhuyun-huyung dan menabrak sesuatu.
· Kordinasi gerakan kacau,sering
menjatuhkan benda yang dipegang.
· Tangan gemetar, selalu basah atau
berkeringat.
· Tubuh dan kepala bergerak secara
berlebihan.
· Sulit tidur malam hari, gelisah, ada
perubahan pola tidur seperti tidur lebih lama dan bangun lebih
siang.Menjadi amat malas.
· Mata sering mengalami perubahan,
merah, bengong, pandangan kosong.
· Wajah kuyu, pucat dan sembab.
· Ada bau aneh dari pernafasan,badan
dan pakaian.
· Terlihat aneh, banyak bicara dan
tertawa berlebihan.
· Ada bekas tusukan jarum di tangan
atau di kaki.
· Sering mual, muntah, atau
berkeringat secara berlebihan.
· Sering keluar malam tanpa alasan
yang jelas dan menginap di rumah teman, terutama teman yang baru.
· Kepribadian berubah secara drastis.
· Mempunyai teman baru yang sebelumnya
tidak dikenal oleh temannya dan tidak mau menceritakan, serta menghindari
teman-teman lama.
· Prestasi menurun, sering terlambat
atau bolos.
· Kebiasaan di keluarga berubah,
kehilangan minat beraktivitas dalam keluarga .
· Pelupa dan perhatian terhadap
hal-hal kecil sangat berkurang.
· Kehilanganmotivasi dan energi,
bersikap masa bodoh, mudah putus asa tetapi juga mudah tergoda.
· Gelisah danketakutan berlebih
seperti ada yang mengancam.
· Sering menyendiri, tidak mau
diganggu dan sulit ditemui.
· Perilakunya terlihat menyembunyikan
sesuatu dan berbohong.
· Sering terjadi kecelakaan bila
mengendarai kendaraan bermotor.
· Kebutuhan uang meningkat dan meminta
uang dengan alasan yang tidak jelas, bahkan berusaha mencuri uang atau
barang.
· Tidak perduli kebersihan dan jarang
mandi.
Nah itulah ciri-cirinya Dampak Penyalahgunaan Narkoba yang bisa membuat
seseorang berubah,baik dari perilakunya bahkan jiwa dan raganya juga banyak
sekali kejanggalan yang berubah tanpa kita ketahui penyebabnya,maka dari itu
buat para sobat ataupun siapa saja,kenalilah ciri-ciri di atas untuk mngetahui
apabila ada salah satu keluarga kita berkelakuan seperti contoh yang saya tulis
diatas.Semoga bermanfaat.
Solusi Terbaik Untuk Pecandu Narkoba
Solusi
Untuk Pecandu Narkoba - Dewasa ini penyalahgunaan Narkoba (Narkotika,
Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya) semakin meluas, dan telah sampai pada
tahap membahayakan. Bahan ini telah dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat,
dari tingkat atas sampai hingga bawah, dan semua kelompok masyarakat baik
anak-anak, orang dewasa, kalangan eksekutif, mahasiswa, pelajar maupun preman.
Menurut
catatan dari World Drug Report (Colombo Plan, 2005) diperkirakan 200 juta
manusia selama tahun 2004 telah diketahui menggunakan Narkoba di hampir seluruh
negara. Terlebih, lagi jaringan penggunaan Narkoba telah berkembang begitu
dasyat, dan permasalahannya tak hanya muncul pada penyalahgunaan tapi juga pada
kian meningkatnya produksi dan penjualannya.
Korbannya
dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Khusus di Indonesia, sejak 1970 saat
permulaan Narkoba melanda remaja khususnya di Jakarta hingga 2000, data
kunjungan korban penyalahgunaan Narkoba di RSKO Jakarta dan Polri, baik rawat
inap maupun rawat jalan, menunjukkan peningkatan signifikan. Dalam kurun waktu
tiga tahun terakhir terjadi lonjakan kasus lebih dari 400 persen. Tercatat
28387 kasus yang ditangani Polri, dan kasus Narkotika menjadi yang terbanyak,
yaitu 13803 kasus.
Berdasarkan
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa) maupun DSM IV,
penyalahgunaan Narkoba dapat didiagnosa sebagai suatu bentuk gangguan kejiwaan.
Dan menurut jumhûl ulama, hukum barang berbahaya ini haram, selain untuk
pengobatan. Penggunaan, memperdagangkan, maupun memproduksinya merupakan amalan
berdosa.
Banyak
faktor yang mendorong seseorang menjadi penyalahguna Narkoba. Umumnya,
kegagalan dalam pemenuhan fungsi-fungsi yang ideal dalam setiap tahapan
perkembangan manusia, dapat memperbesar kemungkinan munculnya ketergantungan
seseorang kepada Narkoba.
Menurut
Edward Kaufman (Family Therapy of Drugs and Alcohol Abuse, 1991), banyak sekali
variabel yang harus diperhatikan dalam mekanisme munculnya penyalahgunaan.
Yaitu biologis, psikologis, sosial, dan budaya. Ia mencatat, terdapat beberapa
hal yang patut digaris bawahi, yaitu adanya suatu pola kepribadian spesifik, di
antaranya ketidak-mampuan seseorang dalam mengatasi frustrasi, kecemasan dan
tekanan, serta perilaku yang tidak asertif.
Berdasarkan
penelitiannya terhadap Polydrug abusers (pengguna aneka macam jenis Narkoba),
terlihat tingginya tingkat depresi, kebingungan diri, penolakan, merasa dirinya
besar, mengabaikan otoritas, dan kemampuan berkelit para pengguna.
Barang
berbahaya ini sangat riskan menyebabkan rasa kecanduan hingga ketergantungan
penggunanya. Menurut Sarafino (Health Psychology; Biopsychososial Interaction,
1990), kecanduan merupakan kondisi yang dihasilkan oleh penggunaan zat alami
atau sintensis secara terus-menerus, yang membuat penggunanya tergantung secara
fisik dan psikologis kepada zat tersebut.
Rice
(1996) membedakan antara kecanduan fisik dengan kecanduan psikologis. Kecanduan
fisik ditandai dengan terjadinya gejala putus obat ketika penggunaan
dihentikan. Sedangkan kecanduan psikologis ditandai dengan berkembangnya
kebutuhan terhadap narkoba.
Sementara
Frankl menyebutkan, alasan individu mencandu narkoba adalah kegagalan seseorang
dalam menemukan makna hidup.
Pendekatan
Spiritual
Penelitian
mutakhir telah mengindikasikan bahwa agama merupakan faktor pelindung manusia
untuk mendapatkan kesehatan fisik dan psikologis. Menurut Wills, Yeager dan
Shandy (Psychology of Addictive Behaviors, 2003) banyak penelitian yang
membuktikan bahwa terjadi tingkatan yang rendah penyalahgunaan Narkoba di
kalangan orang yang terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan.
Penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi dalam jiwa manusia, menurut pandangan psikologi Islam, disebabkan
ketidak-tundukkan individu kepada aturan-aturan yang diberikan Sang Khalik.
Penyimpangan secara vertikal kepada Sang Maha Pencipta, secara langsung akan
memberi dampak horizontal antarsesama manusia.
Artinya,
akhlak atau tindak tanduk keseharian seseorang sangat ditentukan oleh
kebersihan sifat jiwanya dalam kedekatan kepada Sang Khalik, juga bagaimana ia
bersikap terhadap kemunkaran atau kondisi negatif yang ada di hadapannya.
Suasana
perasaan cemas dan gelisah merupakan salah satu pertanda dari kondisi dan
keadaan jiwa yang tidak seimbang. Ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan
konflik-konflik yang dialaminya, maka gangguan emosional dalam diri akan muncul
tanpa dapat dihindari.
Ketidakmampuan
seseorang untuk menanggapi rangsangan emosional dari luar dengan layak, dan
keterbatasan untuk mengolah emosi maupun mengekspresikan perasaan-perasaannya,
dapat muncul menjadi bentuk gangguan perasaaan (mood) dan perilaku (Qs.
al-Baqarah [2]: 277).
Dalam
konteks psikologi Islam, suasana perasaan yang negatif, seperti rasa khawatir,
kecemasan dan sedih hati, muncul dari ketidakmampuan seseorang untuk
menyerahkan segala persoalan kehidupannya kepada sumber kekuatan Allah SWT,
atau tawakal (Qs. al-Anfâl [8]: 2-4).
Permasalahan-permasalahan
dalam kehidupan seseorang akan muncul, jika ia tidak mampu menghadapi dan
menyelesaikan persoalan dengan baik. Konflik yang sering merupakan penyebab
utama suatu masalah, akan dapat diselesaikan apabila seseorang mempunyai
kemampuan penataan konflik (management conflict) yang baik. Kegagalan seseorang
untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah kehidupan, pada gilirannya nanti
akan menyebabkan meningkatnya kecemasan dan perasaan ketidaknyamanan diri.
Penelitian
Williams, Larson, Buckler, Hackman dan Pile pada tahun 1991 membuktikan adanya
kaitan yang cukup erat antara tekanan dalam kehidupan dengan keagamaan yang
dimiliki seseorang. Stres dan kecemasan dalam kehidupan, akan semakin menurun
seiring dengan frekuensi keterlibatannya dengan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Menurut
George de Leon (2002), Tuhan merupakan sumber spiritual “Kekuatan Tertinggi”,
yang secara pribadi harus dapat dihubungkan oleh pribadi para pecandu yang
tengah menjalani proses recovery (penyembuhan). “Kekuatan Tertinggi” itu dapat
menjadi sumber kekuatan spriritual untuk perubahan pribadi pencadu, jika ia
mampu sadar dengan kekcilan dirinya dibanding Tuhan.
Dalam
“Model 12 Langkah” pemulihan pecandu Narkoba, pada langkah kedua juga
disebutkan “Kekuatan yang Lebih Tinggi” yang dapat mengembalikan pecandu pada
kewarasan. Langkah ini dilaksanakan setelah pecandu melakukan pengakuan ketidak
berdayaannya atas kekuatan Narkoba dan adiksi, serta pernyataan kehidupannya
yang tidak terkendali akibat barang berbahaya itu.
Pada
langkah ketiga ditekankan penyerahan diri secara total kepada Tuhan (tawakal).
Yaitu upaya mengalihkan hidup dari menuhankan Narkoba dan adiksi, kepada
kehidupan yang diatur oleh Tuhan. Dari dua belas langkah yang ada, terdapat
lima langkah (3, 5, 6, 7, dan 11) yang menghubungkan antara pecandu dengan
Tuhan.
Obat
Tawakal
Kondisi
dan keadaan jiwa seseorang, dapat menggambarkan akhlak yang akan muncul
darinya. Dan tingkat kecemasan seseorang, sangat berdampak pada munculnya
akhlak yang buruk. Imam Syahrarwardi (dalam Ghazali Menuju Mukmin Sejati, 1994)
mengatakan, bahwa hamba Allah hanya mungkin mencapai derajat kerendahan hati
yang sejati, jika cahaya renungan Ilahi mulai bersinar di dalam hatinya. Ketika
tipuan kecongkakan jiwa pudar, ia pun menjadi lembut, patuh kepada Allah dan
menghormati manusia.
Dalam
sebuah hadits disebutkan, seorang lelaki berkata kepada Rasulullah SAW,
“Berilah aku nasihat.” Maka beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah, di manapun
kamu berada.” Lelaki itu berkata, “Tambahkan lagi.” Nabi bersabda, “Iringilah
perbuatan dosa dengan kebaikan, niscaya akan terhapuslah dosa itu.” Lelaki itu
kembali berkata, “Tambahkanlah lagi.” Nabi menjawab, “Pergaulilah manusia,
dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hanbal)
Untuk
mendapatkan gambaran mengenai keadaan diri, seseorang hanya dapat
mengidentifikasi baik buruk kondisi jiwanya, jika ia mengetahui keadaan
berlawanan yang ada dalam jiwanya. Menurut al-Ghazali, sifat-sifat berlawanan
yang akan digunakan untuk menyembuhkan akhlak buruk, harus ditentukan dosisnya.
Jiwa yang kurang sempurna dan jernih, harus diupayakan menemukan kekurangan-sempurnaan
jiwanya.
Dalam
hal pecandu Narkoba, akhlak buruk akibat kecanduan dalam dirinya akan diketahui
setelah ia menyadari suasana hatinya yang cemas, yang menggambarkan kerapuhan
kondisi jiwa yang sesungguhnya. Dan itu akibat lemahnya penyerahan diri
(tawakal) si pecandu kepada sumber kekuatan yang Maha Agung, Allah SWT. Hingga
berpengaruh pada buruknya hubungan dirinya dengan orang lain, yang tergambar
dalam perilaku asertif.
Kecemasan
dapat ditanggulangi dengan mendekatkan diri kepada Allah, yang di antaranya
melalui ibadah. Dengan ibadah, seseorang akan terseimbangkan akal dan semua
emosi dirinya. Dengan konsistensi mengingat Allah di setiap waktu, dan
menghadapkan diri kepada-Nya sepenuh hati dan jiwa, seorang pecandu akan
mendapatkan perlakuan secara ruhani dan kejiwaan. Saat berinteraksi dengan
Allah, melalui ibadah, ia akan dapat terlepaskan dari kesendirian dan
kekosongan ruh.
Musfir
ibn Said az-Zahrani (Konseling Terapi, 2005) mengungkapkan, dengan mengingat
Allah dalam ibadah maupun di luar ibadah, akan tumbuh rasa kedekatan hati
dengan Allah. Orang yang melakukannya pun akan selalu bertawakal kepada-Nya.
Dengan ibadah, orang tidak akan merasa kesendirian di dunia, atau terkucilkan
dari masyarakatnya.
Jika
pecandu yang sedang menjalani proses pemulihan mencapai tahapan itu, maka dalam
dirinya akan tumbuh perasaan aman dan ketenangan jiwa. Yang selanjutnya dapat
melepaskan mereka dari semua penyebab keraguan, ketakutan, kesedihan, dan
utamanya kecemasan diri.
Orang-orang
yang bertawakal, modal pokok mereka adalah mengabdikan diri kepada Allah.
Mereka akan berlapang dada dan jauh dari pikiran-pikiran kusut yang merepotkan
diri, hingga mereka bisa hidup tentram, tanpa dirongrong kepentingan makhluk.
Mereka tidak akan merasakan kesendirian di dunia, dan tidak akan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi kepada orang lain dengan jujur dan terbuka.
Mereka
merupakan kaum yang kuat dan bebas. Seolah mereka raja sejagad, beribadah tanpa
ada godaan dan halangan. Karena semua tempat dan waktu bagi mereka sama saja,
tidak memberikan pengaruh apa-apa. Sebab modal pokok mereka adalah tawakal
kepada Allah.