BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
PP 129 Tahun 2000 menyebutkan bahwa
pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah,
peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah.
Terjadinya berbagai konflik di masa
transisi pasca pemekaran telah menjauhkan atau paling tidak memperlambat
tujuan pemekaran daerah. Di samping itu, dari hasil studi yang dilakukan
penulis bersama Tim dari Direktorat Otonomi Daerah BAPPENAS tahun 2004,
ditemukan bahwa belum meningkatnya pelayanan kepada masyarakat di beberapa
daerah otonom baru disamping karena persoalan konflik tadi diantaranya
diakibatkan juga oleh persoalan kelembagaan, infrastruktur, dan Sumber Daya
Manusia.
Dalam aspek kelembagaan, ditemui
bahwa beberapa daerah otonom baru saat membentuk unit-unit organisasi
pemerintah daerah tidak sepenuhnya mempertimbangkan kondisi daerah dan
kebutuhan masyarakat. Pembentukan daerah otonom baru sepertinya menjadi sarana
bagi-bagi jabatan. Terlihat juga adanya kelambatan pembentukan instansi
vertikal, serta kurangnya kesiapan institusi legislatif sebagai partner
pemerintah daerah.
Untuk infrastruktur, sebagian besar
daerah otonom baru belum didukung oleh prasarana dan sarana pemerintahan yang
memadai. Banyak kantor pemerintahan menempati gedung-gedung sangat
sederhana yang jauh dari layak. Ditemui di beberapa daerah, aula sederhana
disekat-sekat papan triplek untuk ditempati beberapa dinas.
Dalam hal Sumber Daya Manusia secara kuantitatif
relatif tidak ada masalah, walaupun masih juga ditemui ada Kantor Bappeda yang
hanya diisi oleh 2 (dua) orang, yaitu 1 (satu) orang Kepala Bappeda dan 1
(satu) orang staf. Secara kualitas yang menonjol adalah penempatan
pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, misalnya
ditemui ada Kepala Dinas Perhubungan berlatar belakang Sarjana Sastra.
B. Rumusan Masalah.
Dari uraian pada latar belakang di atas, kami mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
A. Apakah yang di maksud dengan Otoni
Daerah?
B. Apa devinisi
dari pemekaran daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Otonomi
Daerah
Pemberlakuan
sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000
untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk
mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan
permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan
Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18
untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.Pasal 18 ayat (2) menyebutkan,
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.”Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal
yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”4
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15
Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi
otonomi daerah sebagai berikut.4 Indonesia (a), Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, ps. 18.3 Rizky Argama Desember 2005“Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.”5 UU Nomor 32 Tahun 2004 juga
mendefinisikan daerah otonom.
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.
B.
Pemekaran
Daerah
Pemekaran
daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat
provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk
pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Selengkapnya, dalam 5 tahun saja, rakyat Indonesia harus memilih satu
presiden dan satu wakil presiden, 33 pasang gubernur dan wakil gubernur, 398
bupati dan wakil bupati, 93 walikota dan wakil walikota serta sedikitnya 27
ribu kepala desa. Selama lima tahun itu pula, rakyat juga mengikuti pemilihan
anggota legislatif. Dalam pemilu 2009 – 2014, rakyat kita telah memilih 132
anggota DPD, 560 anggota DPR, 2.005 anggota DPRD provinsi dan 15.750 anggota
DPRD kabupaten/kota.
Jumlah suara rakyat yang sah
mengikuti pemilu legislatif 2009 adalah, 104.099.785. Jumlah suara tidak sah
17.488.581, total jumlah pemilih 121.588.366, jumlah yang tidak memilih
49.677.075, dan jumlah pemilih terdaftar adalah 171.265.441. Data jumlah
pemilih ini menunjukkan partisipasi rakyat lebih dari 60 persen, dan kita
sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia telah membuktikan diri kita
sebagai negara demokrasi.
Otonomi daerah telah menjadi
instrumen utama dalam transformasi sistem pemerintahan sentralistik ke
desentralistik selama 10 tahun terakhir. Apakah otonomi daerah berhasil nanti.
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan, 80 persen pemekaran
daerah gagal. Apakah pernyataan itu dibarengi dengan evaluasi total atas
pemekaran daerah? Ternyata tidak. Presiden hanya membatasi jumlah daerah yang
akan dimekarkan saja. Pengawasan dan evaluasi atas daerah pemekaran baru terus
dilakukan, sebaliknya belum ada satupun daerah yang dikembalikan ke kabupaten
induk. Itu berarti otonomisasi terus bergulir. Diperkirakan, pada tahun 2025,
Indonesia akan memiliki 44 hingga 50 provinsi baru, tentu otomatis ada peningkatan
jumlah kabupaten, kota, kecamatan dan jumlah desa.
C. Dasar Hukum
Pemekaran Daerah
UUD 1945 tidak mengatur perihal
pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan
dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang.”14 Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum
kalimat sebagai berikut. “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.” Secara lebih khusus, UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan
mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan
Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang
lingkup pembentukan daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan
suatu daerah harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini
tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama
menyebutkan sebagai berikut. “Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana
dimaksu pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas,
ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusa pemerintahan, penunjukan penjabat
kepala daerah,pengisian
Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan
dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya (ayat (3)) yang menyatakan bahwa, “Pembentukan
daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang
bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.”
Dan ayat (4) menyebutkan : “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua)
daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah
mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.”
D. Manfaat Pemekaran Daerah
Fenomena pemekaran daerah telah
menimbulkan sikap pro dan kontra di berbagai kalangan. Berbagai pihak memperdebatkan
manfaat ataupun kerugian yang timbul dari banyaknya wilayah yang dimekarkan.
Jika diamati secara sepintas, kondisi ini disatu sisi menunjukkan adanya
perkembangan yang mengarah kepada perbaikan dan pendekatan pelayanan publik
kepada masyarakat, yang pada akhirnya, mensejahterakan penduduk di wilayah yang
baru dimekarkan. Namun di lain sisi, perkembangan ini juga menimbulkan
kekawatiran karena beban APBN untuk membiayai daerah otonom baru akan semakin
berat. Lebih dari itu, pemekaran belum tentu dapat mengefisiensikan kinerja
pemerintahan dan mendekatkan pelayanan publik, yang pada akhirnya, belum mampu
mensejahterakan rakyat. Dalam kondisi demikian, timbul pertanyaan apakah
kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik pada akhirnya benar-benar
meningkat setelah daerah tersebut dimekarkan? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) dengan dukungan
Partnership for Governance Reform in Indonesia pada Februari - April, 2011
melakukan kajian atas pemekaran daerah dengan studi kasus di daerah yang berada
di 2 provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Jambi. Namun berbeda
dengan studi yang sudah dilakukan sebelumnya, kajian ini tidak memfokuskan diri
pada evaluasi atas kinerja pemerintahan daerah DOHP sebagai suatu unit
pemerintahan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui dampak dari
pemekaran dengan menganalisis biaya dan manfaat pemekaran daerah di 2 provinsi.
Bagi propinsi Jambi, pemekaran
daerah merupakan sebuah keharusan karena daerah ini memiliki wilayah yang
sangat luas sehingga pemekaran daerah dapat mendekatkan pelayanan publik kepada
masyarakat, khususnya di daerah pesisir. Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Otonomi Daerah (PSHKOD) Universitas Jambi, M. Taufik Qurochman,
berpendapat bahwa pemekaran daerah sejatinya memberikan manfaat bagi masyarakat
daripada kutukan karena semua kabupaten/kota yang ada di propinsi Jambi,
kecuali kotamadya Jambi, memiliki sumberdaya alam yang melimpah, seperti
perkebunan kelapa sawit dan karet, serta pertambangan batubara, minyak bumi dan
gas alam. "Namun, jika tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas aparat
pelayanan publik, maka pemekaran bisa menjadi kutukan," ujar Taufik.
Sementara itu, pemekaran daerah di propinsi Kalimantan Timur dianggap sangat
layak untuk memeratakan pembangunan di daerah yang selama ini belum tersentuh
pembangunannya (pesisir dan perbatasan). Tidak seperti pemekaran daerah yang
banyak terjadi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, khusus untuk Pulau Kalimantan,
pemekaran daerah tidak harus mempertimbangkan jumlah penduduk sebagai syarat
pemekaran daerah. Sehingga ke depan, tidak perlu ada moraturium pemekaran
daerah di pulau Kalimantan. "Perlu political will dari pemerintah daerah
untuk melihat banyaknya potensi yang belum dikembangkan di wilayah
Kalimantan," terang Ellyano S. L., akademisi dari Universitas Balikpapan.
Sehingga, pembangunan sarana dan prasarana transportasi dengan sendirinya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya, meningkatkan lapangan
kerja di daerah yang dimekarkan.
Mayoritas daerah otonomi baru (DOB)
pasca pemekaran di kedua Propinsi juga menghadapi masalah yang sama yakni
rendahnya kualitas aparat pelayanan publik. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya
pengetahuan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam memahami dan
mengembangkan potensi yang dimiliki daerahnya. Umumnya, SKPD di daerah
pemekaran bukan merupakan penduduk asli, melainkan penduduk daerah Induk
ataupun daerah lain yang masih berada dalam propinsi yang sama. "Mayoritas
dari mereka adalah penduduk pendatang yang belum memiliki pengetahuan tentang
potensi yang dimiliki daerah pemekaran, sehingga terjadi ketidakoptimalan dalam
public service delivery dan mismanagement dalam pengelolaan sumberdaya,"
terang Ellyano. Kinerja aparat pemerintah daerah pemekaran dapat disebut kurang
optimal karena tidak mampu mengelola sistem yang sudah dibangun. Sebagai
contoh, kinerja aparat pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). "Seluruh
kabupaten hasil pemekaran memiliki PTSP, akan tetapi ketiadaan standar
pelayanan minimum (SPM) menyebabkan pelayanan publik masih terasa
berbeli-belit," tegas Taufik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan
peningkatan kapasitas, tidak hanya bagi pegawai dari unsur penduduk lokal,
tetapi juga bagi pegawai dari unsur pendatang.
Dari segi kuantitas pelayanan
publik, meskipun terjadi perbaikan dalam hal penyediaan jumlah tenaga aparat
pelayanan publik di kedua propinsi, namun hal ini masih terasa kurang bagi
masyarakat di daerah pemekaran, terutama untuk sektor kesehatan. Abdul Manan
Ismasil dari LSM Rapi menuturkan bahwa ketersediaan dokter spesialis di
kabupaten Tanjung Jabung Timur sangatlah minim. "Sehingga warga terpaksa
ke kota Jambi jika mereka benar-benar membutuhkan pertolongan yang
serius," tegas Abdul. Persoalan serupa juga ditemui di daerah Kutai Timur,
hanya saja beberapa perwakilan CSO menganggap telah terjadi ketimpangan
pembangunan di daerahnya. "Pemerintah Daerah Kutai Timur nampaknya lebih
fokus membangun kota Sangata (ibukota Kabupaten Kutai Timur), daripada
kecamatan-kecamatan lain, yang masih tertinggal dalam hal penyediaan sarana dan
prasarana kesehatan," ujar Sapni, tokoh masyarakat di Kutai Timur.
Dibalik kritikan yang menyudutkan
kinerja aparat pemerintah kabupaten di masing-masing daerah studi, pemekaran
daerah memberikan dampak yang luar biasa dari segi kuantitas pembangunan sarana
transportasi (jalan dan jembatan) serta pelayanan publik (pendidikan dan
kesehatan) di kedua propinsi. Jelas ini membawa multiplier effect pada
masyarakat dalam bentuk kegiatan perekonomian dan sosial yang mulai meningkat.
Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya baik secara nominal maupun komposisi dana
perimbangan pusat yang diterima oleh masing-masing kabupaten di kedua propinsi.
Juga, meningkatnya nominal PAD yang diterima oleh masing-masing kabupaten di
kedua Propinsi, meski secara komposisi, tidak terjadi perubahan yang signifikan
pada kabupaten di propinsi Jambi dan Kalimantan Timur dalam kurun waktu 10
tahun terakhir.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
pada pembahasan di atas penyusun dapat
mengambil kesimpulan yakni sebagai berikut:
a) Otonomi
daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b)
Pemekaran
daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di
tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum
terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Selengkapnya, dalam 5 tahun saja, rakyat Indonesia harus
memilih satu presiden dan satu wakil presiden, 33 pasang gubernur dan wakil
gubernur, 398 bupati dan wakil bupati, 93 walikota dan wakil walikota serta
sedikitnya 27 ribu kepala desa. Selama lima tahun itu pula, rakyat juga mengikuti
pemilihan anggota legislatif. Dalam pemilu 2009 – 2014, rakyat kita telah
memilih 132 anggota DPD, 560 anggota DPR, 2.005 anggota DPRD provinsi dan
15.750 anggota DPRD kabupaten/kota.