Senin, 23 November 2015

Sampah non organik



Kita semua tahu bahwa Sampah Non-Organik itu susah untuk terurai di alam. maka dari itu kita perlu mencari usaha-usaha untuk mengurangi penumpukan Sampah Non-Organik tersebut di alam. Salah satunya dengan cara Mendaur Ulangnya. Hasil dari pendaur ulangan Sampah Non-Organik berbeda dengan Sampah Organik. Karena kebanyakan dari Sampah Non-Organik di daur ulang menjadi barang-barang yang di gunakan untuk manusia bukan alam. Seperti contohnya Tas, Kertas daur ulang, Biji plastik,  Vas dari botol dan lainnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaasBRWltmrq9DUUXaGy47HCgIOq7mo91YDvZ8l6WbGrENRkj98WExVrzMqPSlYHxKLhY3T1UNEVsF_a3zED1LZa-VJA6Y7LjDY5zztj0DP-lzDxTcCXTM6Zqzn0krcJjkmutFxzkduVI/s400/2012-04-30+12.07.07.jpg
vas dari Botol 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhncuoVhnqjI08MmrGTvAUkFR29k9qocN0s8bOInQisu_khHAfyA4pzd-Sm_Qjvl77pqAiwGRR2NQF1yR-xtSMo6r8s-K5Tbusi75BXECMVywgXYChPkNz7MuWXCYLeZlWfcnIbN0k5J34/s400/dscn9033.jpg
Tas dari Bungkus Makanan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWc3_xEuftxLhVKvnxWM8jFphxE9FO6qLZ_0NfWBY5ubr60zu5MMsvvW-TqWzvZirlFY0rt-b7VxGc5omsRs9KLGUPzxpNBTxh_Sh08dzcIE0zAlJXlR43WTYysJiDeAqVwe0c2924xeI/s400/images+%281%29.jpg
Kertas Daur Ulang

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiOqDn5FJVub7gkaH2K22Z37un9gwwp9xr2gBGs6kBqo7ZavuV84SeTqAEqA2PJFjXihU7J7X32UgN_QwhwnaljJtG9h5npAszTK_WHS1PL_Kp4xf5VauW7Bx5wJHRjXdVxioN_npTZVo/s320/images+%282%29.jpg
olahan Plastik menjadi Biji Plastik 


Di sekolah kita juga sudah menerima pelajaran tentang Lingkungan. Salah satunya bagaimana cara mengolah Sampah Non-Organik menjadi kerajinan tangan atau barang baru. Sebagai salah satu hasil daur ulang itu di buat sebagai tempat pensil.  

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnpM-Mf_LjdnupZyBoFhDkoJ2EW5q4rup8YqAO34dn1yD8MOYB9DQJ7FWJFNYKg0U7rL_h-VV_QseCosuDfAx3rRU-Kc_Uhi4aCdAskSktPMeRnThNWu3lylWMuuO-8FSDlPriYo0Jpyw/s400/n1068944973_30195399_4393.jpg
 Cara pembuatan TEMPAT PENSIL dari SAMPAH NON ORGANIK ini adalah sebagai berikut :

*ALAT dan BAHAN 

-gunting 
-cutter
-lilin
-cemiti/obeng
-korek
-Botol minuman (2)
-resleting
-kain flanel/hiasan lain

*CARA PEMBUATAN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwh7xhCaoT3p0F0hlmUquy9OsJwli4Cpd5Dwe3EDQIfJXYvhKNUY1y1XvQUyR7JujN91GYhfgRzXFrh1bWtq3lUpGsgccyyM26b4BQy6xYRhk1Mw__6QTh3MSva0NDcnRXnkEY7H9GyBw/s400/71-100000024902757.jpg
  1. Ambil botol minuman gunting bagian bawah (botol minuman harus sama)
  2. Ambil cemiti/obeng panas kan ujungnya dan buat lubang-lubang kecil di sekeliling pucuk bagian bawah botol tersebut untuk tempat kita menjahit resleting.
  3. Gabungkan kedua bagian botol tersebut jahit resleting mengeliling botol tersebut 
  4. Setelah resleting terpasang, buatlah hiasan dengan bahan yang sudah kamu siapakan
  5. Hias sesuai selera


Tidak sulit ternyata untuk mengolah Sampah Non-Organik menjadi barang yang baru yang berguna  dan bernilai ekonomis. Yang kita hanya butuh hanya keseriusan,rasa kepedulian dan tidak lupa daya kreatifitas juga. Karena semakin kita kreatif maka akan  bisa menghasilkan barang-barang yang lebih inovatif lagi yang terbuat dari Sampah Non-Organik.



Pembahasan Tentang Pemekaran Otonomi Daerah




 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

PP 129 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran telah menjauhkan atau  paling tidak memperlambat tujuan pemekaran daerah. Di samping itu, dari hasil studi yang dilakukan penulis bersama Tim dari Direktorat Otonomi Daerah BAPPENAS tahun 2004, ditemukan bahwa belum meningkatnya pelayanan kepada masyarakat di beberapa daerah otonom baru disamping karena persoalan konflik tadi  diantaranya diakibatkan juga oleh persoalan kelembagaan, infrastruktur, dan Sumber Daya Manusia.
Dalam aspek kelembagaan, ditemui bahwa beberapa daerah otonom baru saat membentuk unit-unit organisasi pemerintah daerah tidak sepenuhnya mempertimbangkan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat. Pembentukan daerah otonom baru sepertinya menjadi sarana bagi-bagi jabatan. Terlihat juga adanya kelambatan pembentukan instansi vertikal, serta kurangnya kesiapan institusi legislatif sebagai partner pemerintah daerah.
Untuk infrastruktur, sebagian besar daerah otonom baru belum didukung oleh prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai. Banyak kantor pemerintahan menempati gedung-gedung sangat sederhana yang jauh dari layak. Ditemui di beberapa daerah, aula sederhana disekat-sekat papan triplek untuk ditempati beberapa dinas.
Dalam hal Sumber Daya Manusia secara kuantitatif relatif tidak ada masalah, walaupun masih juga ditemui ada Kantor Bappeda yang hanya diisi oleh 2 (dua) orang, yaitu 1 (satu) orang Kepala Bappeda dan 1 (satu) orang staf.  Secara kualitas yang menonjol adalah penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, misalnya ditemui ada Kepala Dinas Perhubungan berlatar belakang Sarjana Sastra. 
B.     Rumusan Masalah.
Dari uraian pada latar belakang  di atas, kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
A.    Apakah yang di maksud dengan Otoni Daerah?
B.     Apa devinisi dari pemekaran daerah?









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Otonomi Daerah
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”4 Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut.4 Indonesia (a), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ps. 18.3 Rizky Argama Desember 2005“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”5 UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom.
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

B.     Pemekaran Daerah
Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selengkapnya, dalam 5 tahun saja, rakyat Indonesia harus memilih satu presiden dan satu wakil presiden, 33 pasang gubernur dan wakil gubernur, 398 bupati dan wakil bupati, 93 walikota dan wakil walikota serta sedikitnya 27 ribu kepala desa. Selama lima tahun itu pula, rakyat juga mengikuti pemilihan anggota legislatif. Dalam pemilu 2009 – 2014, rakyat kita telah memilih 132 anggota DPD, 560 anggota DPR, 2.005 anggota DPRD provinsi dan 15.750 anggota DPRD kabupaten/kota.
Jumlah suara rakyat yang sah mengikuti pemilu legislatif 2009 adalah, 104.099.785. Jumlah suara tidak sah 17.488.581, total jumlah pemilih 121.588.366, jumlah yang tidak memilih 49.677.075, dan jumlah pemilih terdaftar adalah 171.265.441. Data jumlah pemilih ini menunjukkan partisipasi rakyat lebih dari 60 persen, dan kita sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia telah membuktikan diri kita sebagai negara demokrasi.
Otonomi daerah telah menjadi instrumen utama dalam transformasi sistem pemerintahan sentralistik ke desentralistik selama 10 tahun terakhir. Apakah otonomi daerah berhasil nanti. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan, 80 persen pemekaran daerah gagal. Apakah pernyataan itu dibarengi dengan evaluasi total atas pemekaran daerah? Ternyata tidak. Presiden hanya membatasi jumlah daerah yang akan dimekarkan saja. Pengawasan dan evaluasi atas daerah pemekaran baru terus dilakukan, sebaliknya belum ada satupun daerah yang dikembalikan ke kabupaten induk. Itu berarti otonomisasi terus bergulir. Diperkirakan, pada tahun 2025, Indonesia akan memiliki 44 hingga 50 provinsi baru, tentu otomatis ada peningkatan jumlah kabupaten, kota, kecamatan dan jumlah desa.

C.    Dasar Hukum Pemekaran Daerah
UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”14 Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut. “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Secara lebih khusus, UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup pembentukan daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut. “Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksu pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusa pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah,pengisian
            Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya (ayat (3)) yang menyatakan bahwa, “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat (4) menyebutkan : “Pemekaran dari satu daerah  menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.”
D.    Manfaat Pemekaran Daerah
Fenomena pemekaran daerah telah menimbulkan sikap pro dan kontra di berbagai kalangan. Berbagai pihak memperdebatkan manfaat ataupun kerugian yang timbul dari banyaknya wilayah yang dimekarkan. Jika diamati secara sepintas, kondisi ini disatu sisi menunjukkan adanya perkembangan yang mengarah kepada perbaikan dan pendekatan pelayanan publik kepada masyarakat, yang pada akhirnya, mensejahterakan penduduk di wilayah yang baru dimekarkan. Namun di lain sisi, perkembangan ini juga menimbulkan kekawatiran karena beban APBN untuk membiayai daerah otonom baru akan semakin berat. Lebih dari itu, pemekaran belum tentu dapat mengefisiensikan kinerja pemerintahan dan mendekatkan pelayanan publik, yang pada akhirnya, belum mampu mensejahterakan rakyat. Dalam kondisi demikian, timbul pertanyaan apakah kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik pada akhirnya benar-benar meningkat setelah daerah tersebut dimekarkan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) dengan dukungan Partnership for Governance Reform in Indonesia pada Februari - April, 2011 melakukan kajian atas pemekaran daerah dengan studi kasus di daerah yang berada di 2 provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Jambi. Namun berbeda dengan studi yang sudah dilakukan sebelumnya, kajian ini tidak memfokuskan diri pada evaluasi atas kinerja pemerintahan daerah DOHP sebagai suatu unit pemerintahan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui dampak dari pemekaran dengan menganalisis biaya dan manfaat pemekaran daerah di 2 provinsi.  
Bagi propinsi Jambi, pemekaran daerah merupakan sebuah keharusan karena daerah ini memiliki wilayah yang sangat luas sehingga pemekaran daerah dapat mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, khususnya di daerah pesisir. Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah (PSHKOD) Universitas Jambi, M. Taufik Qurochman, berpendapat bahwa pemekaran daerah sejatinya memberikan manfaat bagi masyarakat daripada kutukan karena semua kabupaten/kota yang ada di propinsi Jambi, kecuali kotamadya Jambi, memiliki sumberdaya alam yang melimpah, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, serta pertambangan batubara, minyak bumi dan gas alam. "Namun, jika tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas aparat pelayanan publik, maka pemekaran bisa menjadi kutukan," ujar Taufik.
Sementara itu, pemekaran daerah di propinsi Kalimantan Timur dianggap sangat layak untuk memeratakan pembangunan di daerah yang selama ini belum tersentuh pembangunannya (pesisir dan perbatasan). Tidak seperti pemekaran daerah yang banyak terjadi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, khusus untuk Pulau Kalimantan, pemekaran daerah tidak harus mempertimbangkan jumlah penduduk sebagai syarat pemekaran daerah. Sehingga ke depan, tidak perlu ada moraturium pemekaran daerah di pulau Kalimantan. "Perlu political will dari pemerintah daerah untuk melihat banyaknya potensi yang belum dikembangkan di wilayah Kalimantan," terang Ellyano S. L., akademisi dari Universitas Balikpapan. Sehingga, pembangunan sarana dan prasarana transportasi dengan sendirinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya, meningkatkan lapangan kerja di daerah yang dimekarkan.   
Mayoritas daerah otonomi baru (DOB) pasca pemekaran di kedua Propinsi juga menghadapi masalah yang sama yakni rendahnya kualitas aparat pelayanan publik. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam memahami dan mengembangkan potensi yang dimiliki daerahnya. Umumnya, SKPD di daerah pemekaran bukan merupakan penduduk asli, melainkan penduduk daerah Induk ataupun daerah lain yang masih berada dalam propinsi yang sama. "Mayoritas dari mereka adalah penduduk pendatang yang belum memiliki pengetahuan tentang potensi yang dimiliki daerah pemekaran, sehingga terjadi ketidakoptimalan dalam public service delivery dan mismanagement dalam pengelolaan sumberdaya," terang Ellyano. Kinerja aparat pemerintah daerah pemekaran dapat disebut kurang optimal karena tidak mampu mengelola sistem yang sudah dibangun. Sebagai contoh, kinerja aparat pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). "Seluruh kabupaten hasil pemekaran memiliki PTSP, akan tetapi ketiadaan standar pelayanan minimum (SPM) menyebabkan pelayanan publik masih terasa berbeli-belit," tegas Taufik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan peningkatan kapasitas, tidak hanya bagi pegawai dari unsur penduduk lokal, tetapi juga bagi pegawai dari unsur pendatang.          
Dari segi kuantitas pelayanan publik, meskipun terjadi perbaikan dalam hal penyediaan jumlah tenaga aparat pelayanan publik di kedua propinsi, namun hal ini masih terasa kurang bagi masyarakat di daerah pemekaran, terutama untuk sektor kesehatan. Abdul Manan Ismasil dari LSM Rapi menuturkan bahwa ketersediaan dokter spesialis di kabupaten Tanjung Jabung Timur sangatlah minim. "Sehingga warga terpaksa ke kota Jambi jika mereka benar-benar membutuhkan pertolongan yang serius," tegas Abdul. Persoalan serupa juga ditemui di daerah Kutai Timur, hanya saja beberapa perwakilan CSO menganggap telah terjadi ketimpangan pembangunan di daerahnya. "Pemerintah Daerah Kutai Timur nampaknya lebih fokus membangun kota Sangata (ibukota Kabupaten Kutai Timur), daripada kecamatan-kecamatan lain, yang masih tertinggal dalam hal penyediaan sarana dan prasarana kesehatan," ujar Sapni, tokoh masyarakat di Kutai Timur.    
  Dibalik kritikan yang menyudutkan kinerja aparat pemerintah kabupaten di masing-masing daerah studi, pemekaran daerah memberikan dampak yang luar biasa dari segi kuantitas pembangunan sarana transportasi (jalan dan jembatan) serta pelayanan publik (pendidikan dan kesehatan) di kedua propinsi. Jelas ini membawa multiplier effect pada masyarakat dalam bentuk kegiatan perekonomian dan sosial yang mulai meningkat. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya baik secara nominal maupun komposisi dana perimbangan pusat yang diterima oleh masing-masing kabupaten di kedua propinsi. Juga, meningkatnya nominal PAD yang diterima oleh masing-masing kabupaten di kedua Propinsi, meski secara komposisi, tidak terjadi perubahan yang signifikan pada kabupaten di propinsi Jambi dan Kalimantan Timur dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian pada pembahasan di atas penyusun  dapat mengambil kesimpulan yakni sebagai berikut:
a)      Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b)      Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selengkapnya, dalam 5 tahun saja, rakyat Indonesia harus memilih satu presiden dan satu wakil presiden, 33 pasang gubernur dan wakil gubernur, 398 bupati dan wakil bupati, 93 walikota dan wakil walikota serta sedikitnya 27 ribu kepala desa. Selama lima tahun itu pula, rakyat juga mengikuti pemilihan anggota legislatif. Dalam pemilu 2009 – 2014, rakyat kita telah memilih 132 anggota DPD, 560 anggota DPR, 2.005 anggota DPRD provinsi dan 15.750 anggota DPRD kabupaten/kota.




Macam Macam Usaha Bela Negara (UBN)



1. Mengikuti Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam pendidikan
kewarganegaraan, siswa berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta serta menanggapi isu kewarganegaraan, bertindak secara bertanggung jawab dalam setiap kegiatan masyarakat, berkembang sacara positif untuk membentuk kualitas masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain, dan berinteraksi dengan bangsa lain di dunia, baik langsung maupun tidak langsung.
2. Pelatihan Dasar Militer
Pelatihan Dasar Militer adalah usaha untuk membantu TNI dan Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban negara. Meskipun penjagaan dan ketertiban negara merupakan tugas utama TNI dan Plri. Tetapi tugas menjaga keamanan dan ketertiban adalah tugas semua warga.
3. Mengabdikan Diri sebagai Prajurit TNI dan Polri
Sistem pertahanan negara kita adalah pertahanan dan keamanan rakyat semesta, yaitu TNI dan Polri sebagai komponen utama dan rakyat sebagai komponen pendukung. Hal ini sesuai dengan sesuai dengan UUD 1945 pasal 30 ayat 1-5. Didalam UUD tersebut, dikatakan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara memiliki tugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan negara, melakukan operasi militer selain perang, dan ikut serta aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Sedangkan tugas polri adalah sebagai alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melidungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dan menegakan hukum.
4. Pengabdian sesuai dengan Profesi
Semua warga negara apapun profesinya mempunyai kewajiban untuk membela negara dengan cara masing-masing. Misalnya tindakan seorang petani menanam pohon dipinggir jalan, untuk jalur hijau, seorang pelajar yang menuntut ilmu, kejujuran seorang pedagang melalakukan transaksi dengan tidak mengurangi takarn timbangan sudah termasuk dalam usaha membela negara.
Contoh tindakan usaha bela negara yang dilakukan oleh seseorang sebagai pelajar:
a. Lingkungan Keluarga
1) Saling menghormati sesama anggota keluarga
2) Mengembangkan sikap demokrasi dalam menghadapi permasalahan keluarga
3) Menjaga keutuha barang-barang milik keluarga
4) Menjalin silaturahmi antara sesama anggota keluarga
5) Menjadikan kelurga sebagai tempat menyelesaikan segala permasalahan keluarga
b. Lingkungan Sekolah
1) Mematuhi seluruh tata tertib sekolah secara ikhas dan bertanggung jawab
2) Mengikuti kegiatan belajar mengajar dan upacara sekolah dengan baik
3) Menjaga nama baik sekolah, baik didalam maupun diluar lingkungan sekolah
4) Menjalin hubungan dengan baik seluruh warga sekolah
5) Ikut menciptakan lingkungan sekolah yang tertib aman dan nyaman
c. Lingkungan Masyarakat
1) Rela berkorban demi kemajuan masyarakat
2) Melaksanakan tugas keamanan kampung secara ikhlas
3) Menciptakan lingkungan yang indah, baik, tertib, serta aman
4) Menjaga hubungan baik dengan tetangga
5) Menghormati tokoh-tokoh masyarakat
d. Lingkungan Berbangsa dan Bernegara
1) Menghormati jasa para pahlawan
2) Bangga memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia
3) Menghormati simbol-simbol negara (bendera, bahasa, kepala negara dan sebagainya).
4) Menghormati tamu asing yang berkunjung ke Indonesia
5) Menghormati suku-suku lain.
 

1. Di Lingkungan Keluarga : Menanamkan rasa nasionalisme diantara anggota keluarga kita.

2. Di Sekolah : ikut dalam kegiatan Upacara Bendera... Peringatan 17-an, Penataran P4, dlll

3. Di Masyarakat : Ikut andil dalam Kegiatan SisKamling (minimal bayar uang keamanan), ikut dalam kegiatan Kerja Bakti, Peringatan HUT 17-an RI, melaporkan diri ke pengurus RT/RW setempat kalau pindah ke lingkungan tempat tinggal yang baru, mengawasi & melaporkan yang Berwajib bila kemungkinan ditemukannya kegiatan2 yang mencurigakan atau mungkin tergolong krminalitas.

4. Dalam Kehidupan Berbangsa & Bernegara : Jadilah warga Negara yang baik dengan cara Bayar Pajak tepat pada waktunya
 
1. Bentuk Penyelenggaraan Usaha Pembelaan Negara
Persoalan kita sekarang adalah bagaimana wujud penyelenggaraan keikutsertaan warga negara dalam usaha pembelaan negara? Menurut Pasal 9 ayat (2) UURI Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga negara dalam usaha pembelaan negara diselenggarakan melalui:
a. Pendidikan kewarganegaraan;
b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara suka rela atau secara wajib; dan
d. Pengabdian sesuai dengan profesi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, siswa yang mengikuti mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dapat dikatakan telah ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Salah satu materi/bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi adalah Pendidikan Kewarganegaraan (Pasal 37 ayat (1) dan (2) UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Persoalan yang hendak kita telusuri adalah mengapa usaha pembelaan negara dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewaganegaraan?
Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) UURI Nomor 3 Tahun 2003 dijelaskan, bahwa pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pembentukan rasa kebangsaan dan cinta tanah air peserta didik dapat dibina melalui pendidikan kewarganegaraan.
Konsep rasa kebangsaan dan cinta tanah air sangat berkaitan dengan makna upaya bela negara. Perhatikan kalimat “…dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan RI …” pada definisi upaya bela negara yang telah diungkapkan di atas. Kalimat kecintaan kepada negara kesatuan RI merupakan realisasi dari konsep nasionalisme (rasa kebangsaan) dan cinta tanah air (patriotisme). Sedangkan kecintaan kepada tanah air dan kesadaran berbangsa merupakan ciri kesadaran dalam bela negara. Konsep bela negara adalah konsepsi moral yang diimplementasikan dalam sikap, perilaku dan tindakan warga negara yang dilandasi oleh cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan kepada Pancasila sebagai ideologi negara, dan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan bela negara, pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana untuk membina kesadaran peserta didik ikut serta dalam pembelaan negara.
Dengan demikian, pembinaan kesadaran bela negara melalui pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membina dan meningkatkan usaha pertahanan negara. Pendidikan kewarganegaraan mendapat tugas untuk menanamkan komitmen kebangsaan, termasuk mengembangkan nilai dan perilaku demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga negara Indonesia. Selain TNI, salah satu komponen warga negara yang mendapat pelatihan dasar militer adalah unsur mahasiswa yang tersusun dalam organisasi Resimen Mahasiswa (Menwa) atau UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Bela Negara. Memasuki organisasi resimen mahasiswa merupakan hak bagi setiap mahasiswa, namun setelah memasuki organisasi tersebut mereka harus mengikuti latihan dasar kemiliteran. Misalnya, sampai tahun 2003 jumlah resimen Mahasiswa sekitar 25.000 orang dan alumni resimen mahasiswa sekitar 62.000 orang. Anggota resimen mahasiswa tersebut merupakan komponen bangsa yang telah memiliki pemahaman dasar-dasar kemiliteran dan bisa didayagunakan dalam kegiatan pembelaan terhadap negara. Disamping mahasiswa, para pemudapun dapat melakukan kegiatan latihan dasar bela negara, seperti yang dilakukan BPK (Barisan Pemuda Kutai).
2. Pengabdian sebagai Prajurit TNI
Sejalan dengan tuntutan reformasi, maka dewasa ini telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan khususnya yang menyangkut pemisahan peran dan fungsi TNI (TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL) dan POLRI. POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sedangkan TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, POLRI berperan dalam bidang keamanan negara, sedangkan TNI berperan dalam bidang pertahanan negara. Dalam usaha pembelaan negara, peranan TNI sebagai alat pertahanan negara sangat penting dan strategis karena TNI memiliki tugas untuk :
a. mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;
b. melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;
c. melaksanakan operasi militer selain perang;
d. ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional (Pasal 10 ayat (3)UURI Nomor 3 Tahun 2002).
Berdasarkan uraian tersebut jelaslah, bahwa TNI merupakan komponen utama dalam pertahanan negara. Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Pasal 1 ayat (1) UU RI Nomor 3 Tahun 2002).
Sedangkan ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Jika demikian, apakah hanya TNI yang memiliki tugas menghadapi berbagai ancaman? Hal ini tergantung pada jenis ancaman yang dihadapi. Jika jenis ancaman yang dihadapi berbentuk ancaman militer, maka Tentara Nasional Indonesia ditempatkan sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Sedangkan apabila yang dihadapi ancaman non-militer, maka unsur utamanya adalah lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.
Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi dan dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, serta keselamatan segenap bangsa. Sedangkan ancaman non-militer adalah ancaman yang tidak menggunaka  kekuatan senjata tetapi jika dibiarkan akan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Menurut penjelasan UURI Nomor 3 Tahun 2002, ancaman militer dapat berbentuk antara lain:
a. agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa;
b. pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, baik menggunakan kapal maupun pesawat non komersial;
c. spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer;
d. sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan objek vital nasional yang membayakan keselamatan bangsa;
e. aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau bekerja sama dengan teorisme dalam negeri;
f. pemberontakan bersenjata;
g. perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata dengan kelompok masyarakat bersenjata lainnya.
Jelas di sini, bahwa penanggulangannya diutamakan secara militer, apabila langkah-langkah diplomasi menemui jalan buntu.
Contoh potensi ancaman militer, misalnya pernah dicontohkan oleh mantan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu antara lain mengatakan, Indonesia harus mewaspadai berbagai potensi ancaman dari beberapa negara tetangga. Beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Australia dapat menganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lepasnya Sipadan-Ligitan, dan perseteruan di Blok Ambalat, merupakan contoh betapa Malaysia dapat menjadi ancaman serius bagi keutuhan NKRI. Dari sisi Singapura, permasalahan batas negara yang belum jelas dapat membuat Negeri Singa itu memperluas wilayahnya ke Indonesia terkait kepentingannya dalam pengamanan di Selat Malaka. Belum lagi Singapura selama ini merupakan tempat yang empuk untuk pencucian uang. Adapun Australia, hingga saat ini terus melakukan pembangunan kekuatan yang mengarah ke utara, terhadap lepasnya Timor Timur dari Indonesia dan pemberlakuan kebijakan sepihak (pre-emptive) konsep Penentuan Wilayah Laut Australia (Australian Maritime Indentifi cation Zone atau AMIZ), memperkuat adanya ancaman militer terhadap Indonesia.
Kemudian dalam Departemen  Pertahanan (2003) diungkapkan, bahwa Tentara Nasional Indonesia merupakan salah satu kekuatan nasional negara (Instrument of national power), disiapkan untuk menghadapi ancaman yang berbentuk kekuatan militer. Dalam tugasnya, TNI melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMP adalah operasi militer dalam menghadapi kekuatan militer negara lawan, baik berupa invasi, agresi, maupun infi ltrasi. Sedangkan OMSP adalah operasi militer yang dilaksanakan bukan dalam rangka perang dengan negara lain, tetapi untuk tugas-tugas lain seperti melawan pemberontakan bersenjata gerakan separatis, tugas mengatasi kejahatan lintas negara, tugas bantuan, tugas kemanusiaan, dan tugas perdamaian.
Hal ini berberda jika ancaman yang dihadapi bersifat non-militer (non tradisional) seperti perdagangan narkotik dan obat terlarang lainnya. Dalam ancaman jenis ini segenap warga negara memiliki peranan penting untuk menunaikan kewajiban dalam pembelaan negara sesuai kedudukan dan profesinya masing-masing. Misalnya seorang siswa atau guru dan warga negara lainnya berkewajiban untuk melaporkan perdagangan narkotik dan obat terlarang lainnya jika dia mengetahui hal tersebut. Sedangkan polisi berkewajiban untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku kasus tersebut. Demikian pula jaksa dan hakim masing-masing berkewajiban melakukan proses peradilan terhadap pelaku kasus itu. Sedangkan TNI dalam hal ini tidak memiliki kewenangan untuk turut serta menangani permasalahan tersebut.
Dephan memperkirakan ancaman dan gangguan terhadap kepentingan pertahanan negara Indonesia di masa datang, meliputi :
a. Terorisme internasional yang memiliki jaringan lintas negara dan timbul di dalam negeri.
b. Gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama gerakan separatis bersenjata yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.
c. Aksi radikalisme yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi di luar Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri.
d. Konfl ik komunal, kendatipun bersumber pada masalah sosial ekonomi, namun dapat berkembang menjadi konfl ik antar suku, agama maupun ras/keturunan dalam skala yang luas.
e. Kejahatan lintas negara, seperti penyelundupan barang, senjata, amunisi dan bahan peledak, penyelundupan manusia, narkoba, dan bentuk-bentuk kejahatan terorganisasi lainnya.
f. Kegiatan imigrasi gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan maupun batu loncatan ke negara lain.
g. Gangguan keamanan laut seperti pembajakan/ perompakan, penangkapan ikan secara ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem.
h. Gangguan keamanan udara seperti pembajakan udara, pelanggaran wilayah udara, dan terorisme melalui sarana transportasi udara.
i. Perusakan lingkungan seperti pembakaran hutan, perambahan hutan ilegal, pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya.
j. Bencana alam dan dampaknya terhadap keselamatan bangsa.
3. Pengabdian Sesuai dengan Profesi
Yang dimaksud pengabdian sesuai profesi adalah pengabdian warga negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya (penjelasan UURI Nomor 3 Tahun 2002).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diidentifi kasi beberapa profesi tersebut terutama yang berkaitan dengan kegiatan menanggulangi dan/atau memperkecil akibat perang, bencana alam atau bencana lainnya yaitu antara lain petugas PMI, para medis, tim SAR, POLRI, dan petugas bantuan sosial. Disamping itu kita juga mengenal LINMAS (Perlindungan Masyarakat). Linmas merupakan organisasi perlindungan masyarakat secara suka-rela, yang berfungsi menanggulangi akibat bencana perang, bencana alam atau bencana lainnya maupun memper-kecil akibat malapetaka yang menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda. Keanggotaan perlindungan masyarakat (Linmas) tersebut me-rupakan salah satu wujud penyeleng-garaan upaya bela negara.
Dengan demikian, warga negara yang berprofesi para medis, tim SAR, PMI, POLRI, petugas bantuan sosial, dan Linmas memiliki hak dan kewajiban ikut serta dalam upaya bela negara sesuai dengan tugas keprofesiannya masing-masing. Kelompok masyarakat yang mempunyai profesi seperti itu seringkali berpartisipasi dalam menanggulangi dan membantu masyarakat yang terkena musibah bencana alam yang sering terjadi di wilayah negara kita.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah, bahwa setiap warga negara sesuai dengan kedudukan dan perannya masing-masing memiliki hak dan kewajiban untuk membela negara. Siswa dan mahasiswa ikut serta membela negara melalui pendidikan kewarganegaraan; anggota resimen mahasiswa melalui pelatihan dasar kemiliteran; TNI dalam menanggulangi ancaman militer dan non-militer tertentu; POLRI termasuk warga sipil lainnya dalam menangulangi ancaman non- militer; dan kelompok profesi tertentu dapat ikut serta membela negara sesuai dengan profesinya masing-masing. Untuk mengatasi ancaman non-militer perlu adanya keamanan atau ketahanan lingkungan, energi, pangan, dan ekonomi, maka pengabdian bela negara melalui profesi terbuka sangat luas. Misalnya, para petani dan nelayan melakukan upaya bela negara melalui pengabdiannya terutama untuk keamanan pangan. UKM (Usaha Kecil Menengah) dan para pengusaha besar melakukan upaya bela negara melalui pengabdiannya terutama untuk keamanan ekonomi. Kemudian para warga negara yang bergelut bidang energi melakukan pengabdian untuk keamanan energi. Begitu pula yang menekuni bidang lingkungan melakukan pengabdiannya untuk keamanan lingkungan. Ketika semua warga negara mengabdikan diri sesuai dengan profesi dalam usaha pembelaan negara, maka tentu saja akan meningkatkan ketahanan nasional kita.
 


Dasar hukum
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
  1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
  2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
  3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
  4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
  5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
  6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
  7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.